Ayo, Siapa Mau Beli Nama !

Unknown - Akhmad Supriyatna, 09 Jul 2000

Jual beli nama domain makin marak. Terungkap nama-nama Indonesia sudah dimiliki orang lain. Siapa pemilik indonesia.com? Peluang bisnis pun terbuka luas. Proter & Gamble, perusahaan produk konsumsi terkemuka, bakal menggelar lelang. Tapi bukan detergen atau odol produksi mereka yang akan dijual, melainkan 100 nama domain di internet. Di antara nama-nama yang akan dilepas adalah flu.com, beautiful.com, thirst.com dan nama lain dari 300 nama yang mereka miliki sejak lima tahun silam. Direktur P&G Terri Carrick, yang berdomisili di Cincinnati, AS, sangat terkesan dengan tingginya penawaran harga yang disodorkan. “Kami mengharapkan keuntungan besar dengan harga jual yang tinggi,” ujar Carrick. Flu.com misalnya ditawar orang dengan harga sejuta dolar. Padahal ketika mereka registrasi nama-nama yang mereka miliki harganya rata-rata US$100 per nama per tahun. “Ini adalah sebagian properti paling berharga yang ada di internet,” kata Jeff Tinsley, CEO GreatDomains.com, perusahaan jual beli nama domain terkemuka. Jual beli nama domain agaknya sudah menjadi industri. Nilai transaksi nama bahkan mencapai nilai yang wah. Rekor dunia kini masih dipegang business.com yang ditransaksikan dengan harga US$7,5 juta. Menyusul kemudian korea.com US$5 juta. Beberapa nama lain juga dijual dengan harga di atas sejuta dolar, misalnya autos.com, altavista.com, dan loans.com. Di Indonesia nilai jual nama juga cukup marak. Nama indomall.com masih mencatat rekor dengan nilai US$20.000 dolar. Bahkan tidak sedikit orang Indonesia yang terpaksa membeli nama-nama asli Indonesia yang kadung dimiliki orang lain. Tengok misalnya nama sunda.com. Seseorang di Jakarta, terpaksa harus membelinya dengan harga US$5.000 dari pemiliknya yang tinggal di Hongkong. Nama jualbeli.com juga dijual oleh pemiliknya di Malaysia kepada seseorang di Jakarta dengan harga yang sama. Seseorang di Jakarta juga terpaksa mengeluarkan isi kocek US$2.500 untuk membeli nama bohlam.com dari orang Amerika. Memang, bisnis ini agaknya tidak main-main. Bahkan, Panji pun pernah menerima email dari orang Indonesia di Jepang yang menawarkan nama domain panjimasyarakat.com. Harganya, tak tanggung-tanggung, Rp350 juta! Di Indonesia, industri ini makin terasa gairahnya belakangan ini. Dua pekan silam misalnya, PT Dotcom Indonesia memperkenalkan diri sebagai salah satu perusahaan registral nama domain di Indonesia. Nama yang ia perkenalkan adalah namadomain.com. Dan peminatnya cukup bejibun. Dalam masa promosi misalnya, perusahaan itu menjual registrasi nama dotcom seharga Rp80.000 per tahun untuk 500 pendaftar. “Hanya dalam tempo sepekan, paket promosi itu habis,” ujar Calvin Lukmantara, CEO perusahaan itu. Untuk selanjutnya, Dotcom menjual harga nama domain seharga Rp150.000 per tahun. Sebuah alamat. Nama domain sebenarnya berupa alamat IP (internet provider) yang, menurut sistemnya, berupa angka-angka. Tapi karena manusia lebih mudah mengingat nama ketimbang angka, maka angka-angka itu diterjemahkan dalam bentuk nama. Dalam sistem di dunia maya, menurut Calvin, dikenal ada dua jenis nama domain. Ada yang dicirikan dengan nama negara , misalnya .my (Malaysia), .jp (Jepang) atau .id (Indonesia). Kelompok ini dikenal sebagai country code top level domain (cTLD). Ada pula yang dikelompokkan sebagai nama generik atau dikenal sebagai generic top level domain (gTLD). Yang masuk kategori ini misalnya .com, .net, .edu, .gov. Dua jenis domain itu juga ada yang terbuka dan ada yang tertutup. Terbuka artinya bisa digunakan oleh siapa saja di mana saja tanpa identitas domisili yang jelas. Sedangkan yang tertutup, para pemiliknya harus memiliki domisili kantor yang jelas dan berbagai bersyaratan lainnya. Contoh domain negara yang terbuka antara lain .nz (Selandia Baru) dan .tv (Tuvalu). Yang tertutup antara lain .id (Indonesia) dan .hk (Hongkong). Sedangkan nama generik yang terbuka adalah .com, .net, dan .org. Dan yang tertutup antara lain .edu dan .gov. Dalam perkembangannya, pertumbuhan nama domain bergerak begitu fantastis. Sejak muncul pertama kali pada tahun 1985, think.com, untuk mencapai sejuta nama perlu waktu 12 tahun. Tapi setelah itu, jumlah kelipatannya, menjadi dua juta, dicapai hanya dalam tempo 15 bulan. Setahun kemudian jumlahnya mencapai empat juta. Dan kini, jumlahnya telah mencapai 17,5 juta nama. Dari jumlah itu, domain yang bersifat terbuka lebih diminati. Selain tidak repot dengan persyaratan, nama ini secara teknis juga lebih praktis. Misalnya, bisa dipanggil tanpa mengetik www di depannya. Kini, dari nama domain yang ada, 13 juta di antaranya berupa nama generik. Yang lebih fantastis lagi, dari nama generik itu, 9,5 juta di antaranya adalah alamat berakhiran .com alias dotcom. Mata Dagangan. Pesatnya perkembangan internet berimbas kuat pada pesatnya permintaan pada nama-nama domain. Siapa saja, tanpa batasan bisa memesan nama apa saja sesuka hatinya. Apalagi ada perubahan mendasar dalam registrasi nama domain. Semula registrasi nama domain, beserta pencatatannya, dimonopoli oleh Network Solution. Namun sejak tahun lalu, peran sebagai pendaftar, dibuka untuk umum. Perusahaan mana saja, asal memenuhi syarat, boleh menjadi registral. Tapi catatannya tetap dipegang oleh badan sosial yang mengatur registrasi nama domain yakni Internet Corporation for Assigned Names and Numbers(ICANN). Di dunia, kini tercatat sekitar 80-an perusahaan yang bergerak sebagai registral. Dua di antaranya berada di Indonesia yakni namadomain.com dan medanic.com. Lewat perusahaan inilah, nama domain bisa didaftarkan. Prinsipnya, siapa yang mendaftar pertama, ia yang berhak atas nama itu. Maka jangan kaget bila yang selain nama sunda.com yang dipunyai orang Hongkong, nama banten.com tercatat dipegang oleh seseorang yang beralamat di Genoa, Italia. Begitu pula dengan minangkabau.com yang diluasai orang Amerika. Bahkan indonesia.com, kini dipegang oleh orang yang tinggal di Kanada. Untuk mendaftarkan sebuah nama, juga cukup murah. Biaya registrasi kini berkisar antara US$12 hingga US$35 per nama per tahun. Setiap habis masa waktu si pemilik harus memperpanjangnya. Jika dalam habis tempo setahun pemilik tidak memperpanjang, nama juga bisa dilepas ke pasar bebas. Belakangan ada juga fenomena baru, di mana nama-nama yangd itinggal pemiliknya itu dilelang. Netwok Solutions Inc. misalnya akan melelang jutaan nama domain yang telah habis masa akhirnya. Lelang dimaksud bukan dijual dengan harga tertinggi melainkan dengan nilai jual aslinya sekitar US$35 per tahun per nama. Namun, sistem registrasi ini belakangan juga memunculkan kasus hukum. Alamat internetnya juliarobert.com misalnya ternyata dimiliki oleh penggemar Julia Robert, bukan milik Julia Robert sendiri. Lewat pengadilan, akhirnya Julia Robert dianggap paling berhak atas nama itu, tapi belakangan si penggemar mengajukan tuntutan balik. Hasilnya, kita tunggu saja. Chase Manhattan Bank juga tengah berurusan dengan sebuah perusahaan kecil di Inggris, Chase House, yang menggunakan nama Chase di alamat internetnya. “Ini masih menjadi bahan perenungan,” ujar Calvin. Sebab, siapa yang paling berhak atas sebuah nama akan sukar ditentukan. Lippo.com misalnya, siapa yang paling berhak, Grup Lippo, Ir. Lippo Karnadi, atau UD Terasi Lippo? Tidak mudah bukan? Fenomena ini juga memunculkan pasar sekunder nama domain. Greatdomains.com misalnya tercatat sebagai bursa nama paling ramai di dunia. Ia menawarkan hampir sejuta nama. Bursa lainnya misalnya afternic.com, domaincollection.com dan sitessales.com. Di Indonesia pun paling tidak ada dua bursa serupa yakni kafedomain.com dan bursadomain.com. Di luar itu masih banyak perusahjaan atau personal yang punya ratusan koleksi nama untuk dijual. Suratkabar.com misalnya, memiliki sekitar 600 nama yang dia jual rata-rata US$100 dolar. Termasuk di dalamnya sejumlah nama bank dan nama perusahaan penerbangan baru, awairinternasional.com. Malah, kalau Banser NU mau membuat situs dengan nama banser.com ia harus beli nama itu yang dikini dipegang suratkabar.com. Transaksi di pasar sekunder ini sepintas gampang. Tapi demi keabsahan transaksi, perubahan nama pemilik perlu dicatatkan di lembaga berwenang. Nah, untuk itu tidak semua orang bisa. Di sinilah perlu perantara jual beli nama domain –biasanya dikenal sebagai escrow. Mereka umumnya yang punya akses ke Network Solution, sebagai registry. Peran sebagai escrow tentu tidak gratis, ia akan memperoleh sepuluh persen dari transaksi. Lumayan kan? Jelas, nama domain bukanlah asal nama belaka. Ia punya ekonomi yang tidak terkira. Bahkan di Korea, nama domain sudah bisa dijadikan kolateral untuk kredit di bank. Nilainya bisa mencapai 30 juta won atau sekitar Rp200 juta. Padahal, menurut Calvin, peluang untuk mencipta nama sangat tidak terbatas. Ayo, siapa mau beli nama?

Berita Terkait