Sebuah survey yang dilakukan oleh NetNames- sebuah perusahaan registrar nama domain- menemukan bahwa hanya 1% perusahaan Inggris yang melindungi nama perusahaannya. Walaupun survey ini kelihatannya tidak independen, namun dapat membuktikan bahwa kebanyakan dari masyarakat umum terutama kalangan bisnis yang cuek saja dalam meregistrasikan nama domain perusahaannya. Survey yang dilakukan Netnames ini berdasarkan hasil tanya jawab yang dilakukan kepada 400 perusahaan yang termasuk dalam daftar 1,000 papan atas perusahaan Inggris dan dari survey ini dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari nama-nama domain yang telah ada tidak pernah diperbaharui lagi dan bahkan dari beberapa perusahaan top ini tidak meregistrasikan nama domainnya baik itu dalam global Top Level Domain (gTLD) maupun country code Top Level Domain (ccTLD). Tambahan lainnya, nama domain salah eja atau salah ketik-yang dikenal dengan typos-pun tidak diregsitrasikan oileh beberapa perusahaan papan atas ini. Jonathan Robinson, CEO dari NetBenefit mengatakan bahwa hasil survey ini sungguh mengerikan dan memprihatinkan. "Bila hal ini terjadi dua atau tiga tahun yang lalu, saya dapat memakluminya. Karena pada masa itu orang-orang masih ragu untuk terjun ke internet," kata Robinson. "Tapi kalau sampai saat ini mereka masih juga belum melindungi nama perusahaannya dan mereknya, maka ini sangatlah memprihatinkan. Seharusnya mereka atau salah satu diantara karyawannya terutama bagian Teknologi Informasi (TI) menyelamatkan nama perusahaan dari para cybersquatter dan typosquatter. Apalagi kita telah memasuki era digital," ujarnya kembali. "Hal ini tidak saja membuat potensi bisnisnya akan beralih tetapi mereka akan terpaksa menyelesaikan perkara dengan jalan damai melawan cybersquatter untuk memperebutkan nama domain yang seharusnya mereka registrasikan sebelum diambil. Hal ini namanya tindakan bodoh. Bila mereka mampu untuk membayar pengacara yang puluhan juta, kenapa dengan membuang uang $35 amatlah sulit?,"tambahnya lagi. "Sebaiknya setiap perusahaan baik besar maupun kecil memperkerjakan salah satu karyawannya baik itu di departemen marketing atau TI untuk memastikan bahwa hal diatas tidak terjadi," kata Robinson lagi. Di Inggris saja begitu apalagi di Indonesia ya....