
Jakarta - Aturan terbaru untuk memuluskan rencana implementasi berbagi jaringan telekomunikasi alias network sharing sudah hampir rampung karena tinggal menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo saja.
Payung hukum yang dimaksud tak lain terkait rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 52/2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan PP No. 53/2000 tentang frekuensi dan orbit satelit.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengaku telah menerima salinan draft revisi kedua PP tersebut dari kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Dengan demikian, beleid baru ini sedianya segera diteken oleh Presiden Jokowi dalam waktu dekat. Setelah itu, kata Rudiantara, turunan regulasinya akan dituangkan ke dalam Peraturan Menteri.
"Tunggu revisi PP dulu, Chief," kata menteri yang akrab disapa Chief RA itu saat dikonfirmasi detikINET, Senin (19/9/2016).
Sementara dalam salinan surat dari Menko Perekonomian yang diterima oleh Rudiantara, ada tiga yang menjadi substansi dari kebijakan network sharing yang dimaksud.
Pertama untuk percepatan pembangunan broadband (pita lebar) perlu dilakukan sharing atas infrastruktur teknologi informasi komunikasi. Kedua, sharing atas jaringan telekomunikasi (akses) bersifat bisnis ke bisnis (B2B). Ketiga, sharing atas backbone bersifat wajib dengan memperhitungkan nilai investasi dan nilai kompensasi.
Rencana pemerintah menerapkan kebijakan ini pun sempat menimbulkan pro dan kontra. Ada sebagian yang setuju, tapi banyak juga yang menolak. Fahmy Radhi, Dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis UGM salah satunya.
Menurutnya, pemerintah harus berhari-hati dalam menetapkan kebijakan network sharing. Karena jika tidak hati-hati, maka pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah terpencil dan perbatasan akan mandek.
"Bila pemerintah menerapkan network sharing saat ini, kebijakan tersebut tergolong prematur," cetusnya mengingatkan dalam dialog Implementasi Network Sharing dalam Persaingan Usaha di Kampus UI Salemba, Jakarta.
(rou/rou)