Seluler Sumbang Negara Rp 280 Triliun

Unknown - Achmad Rouzni Noor II - detikinet, 19 Oct 2015


Ilustrasi (gettyimages)

Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengungkapkan nilai yang cukup fantastis terkait kontribusi operator seluler bagi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) selama 10 tahun terakhir.

“Kalau melihat dari laporan keuangan empat operator yang tercatat di bursa saham, saya hitung ada sekitar Rp 280 triliun kontribusi operator ke PNBP selama 10 tahun terakhir,” ungkap menteri yang akrab disapa Chief RA itu, Senin (19/10/2015).

Diungkapkannya, kontribusi itu mayoritas berasal dari Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi. Mulai dari BHP untuk layanan 2G, 3G, hingga 4G.

“Duit itu pemerintah kembalikan ke sektor telekomunikasi melalui Universal Service Obligation (USO). Saat ini masih kecil nilainya, tetapi beberapa tahun ke depan maunya besar begitu redesain USO sudah selesai,” katanya. 

Menteri sendiri menilai operator di Indonesia mulai dewasa seiring usia beberapa pemain yang sudah puluhan tahun. Seperti diketahui, seluler di Indonesia mulai beroperasi secara komersial sejak 1995 silam.

Ditambahkannya, meski persaingan antar operator seluler di Tanah Air sangat ketat, namun mereka juga berhasil bekerja sama dengan baik. Hal itu terlihat dengan suksesnya refarming frekuensi 1.800 MHz.

“Ini luar biasa refarming 1.800 MHz. sekarang sudah masuk wilayah Jawa Tengah. Akhir November DKI Jakarta. Real 4G LTE bagi rakyat Indonesia dalam waktu kurang dari setahun,” tegasnya. 

Sekadar diketahui, di Indonesia pemain seluler berbasis GSM masih dominan di pasar. GSMA Intelligence menyatakan kuartal ketiga 2015 Telkomsel menguasai 45% pangsa pasar. Berikutnya disusul Indosat, Hutchison 3 Indonesia, dan XL Axiata.

Pasar Jenuh vs Pelanggan Berkualitas

Sejak seluler beroperasi di Indonesia 20 tahun silam, angka pengguna SIM card yang beredar tercatat telah mencapai 300 juta. Namun demikian, menteri menilai pelanggan yang efektif memberikan revenue hanya sekitar 160 juta-170 juta saja.

Itu artinya, fokus operator saat ini seharusnya sudah bukan lagi mengejar pelanggan sebanyak-banyaknya. Apalagi kata Chief RA, industri seluler sudah masuk senjakala. Pasar seluler dianggap sudah saturasi alias telah masuk ke titik jenuh. 

Menteri pun berharap semua pihak mendukung untuk mencapai tingkat kematangan. Kini bukan saatnya lagi bagi perusahaan telekomunikasi untuk mengejar jumlah pelanggan, tetapi mulai harus mengincar pendapatan.

"Supaya industri lebih sehat, kita sudah mesti berubah cara perhitungannya. Bukan cuma dilihat dari SIM card saja, tapi berdasarkan revenue atau EBITDA margin saja," jelasnya.

Hal itu ikut diamini oleh Presiden Direktur & CEO XL Axiata Dian Siswarini. Mereka mulai menuai hasil baik setelah fokus perusahaan tak lagi berpatok pada kuantitas jumlah pelanggan. Hal ini bisa dilihat dari kenaikan average revenue per user (ARPU).

Dian mengatakan, XL mencatat ARPU dari Januari lalu adalah Rp 27 ribu sampai Rp 28 ribu. Kemudian di kuartal kedua, ARPU XL mengalami peningkatan menjadi Rp 31 ribu. 

Berdasarkan catatan laporan perusahaan, total pelanggan XL pada kuartal kedua lalu adalah sekitar 46 juta. Dian menyebutkan bahwa ada penurunan jumlah pelanggan di kuartal ketiga namun ia belum bisa menyebut angka pastinya.

"Ya, pelanggan kami memang turun tapi pendapatan naik. Itu semua mayoritas dari layanan data. Sementara untuk layanan SMS turunnya sangat drastis," ujarnya.

(rou/ash) 

Berita Terkait